Selasa, 17 Mei 2011

alin kecewa (cerpen)

Puber kedua! Pikiran itu terlintas begitu saja di benak Alin. Ya, pasti kalau bukan puber kedua, adakah dugaan lain yang lebih tepat? Gadis itu menggeleng sendiri. Tidak ada, jadi kesimpulan itu menjadi biulat: mamatengah mengalami puber kedua.
Alin mendesah kecewa. Mama yang selama ini dianggapnya sebagai ibu yang paling hebat, ternyata bukan tanpa cela. Bahkan tingkah mama ini lebih buruk dari ibu teman – temannya. Mama memang tidak suka ngerumpi, tidak sewenang – wenang memperlakukan anak, tidak kolot, tidak…….. tapi pengkhianat!!!. Adakah lebih buruk dari itu???. Mama tidak saja mengkhianati papa, tapi juga mengkhianati anak – anaknya!!!!.
“ kok melamun, Lin!”. Teguran tante Rina, mamanya Dista, mengagetkan Alin. Gadis itu buru – buru mengulas senyum. “bagaimana kabar mamamu?”,Tanya tante Rina,sembari duduk disebelah Alin. Saat ini dia tengah menunggu Dista dirumah teman sekolahnya itu. Alin ingin mencurahkan kegusaran dihatinya pada Dista. Namun kata mamanya, Dista sedang disuruh membeli lotion penolak nyamuk ditoko ujung jalan.
“hmmm…”, baik,tante,”saut Alin.
“masih sibuk dengan cateringnya??”
Kepala alin terangguk
“tante sangat salut dengan mamamu itu. Sejak dulu dia memang tak suka menganggur,” kenang tante Rina. Alin tahu tante Rina adalah teman sekolah mama dulu. Mama pernah bercerita. “papamu beruntung menikah dengannya,” lanjutnya.
Beruntung? Dada Alin hendak berontak. Mama memang wanita hebat. Bukan saja beliau mau mengelola uasha meski gaji papa lebih dari cukup. Bukan saja mampu membagi waktu untuk memperhatikan anak – anaknya. Namun juga mampu memainkan sandiwara dengan sempurna!.
Gelegak hati Alin dengan menggumpal
“ itu Dista,” tante Rina menunjuk Dista dengan isyarat”. Tante tinggal kedalam ya?”pamitnya setelah menerima lotion penolak nyamuk dari Dista. Alin mengangguk.
Dista langsung bisa merasai ada yang tidak beres begitu memandang muka keruh Alin. Dia tidak berceloteh dan bercanda. Sperti biasanya, melainkan memandang penuh sahabatnya itu.”ada apa?”, Tanya Dista sembari duduk ditempat yang ditinggalkan mamanya.
“mama….,” Alin berkata dengan mama yang nyaris tak mampu lagi dia tahan. Dista merelakan bahunya sebagai tempat alin menumpahkan emosinya. Membebiarkan gadis itu menangis dalam rengkuhannya. “mama pengkhianat….,!” ujar alin diselak isak tangisnya. Lalu meluncur lah cerita dari bibir Alin.
Awalnya Alin memakai HP mamanya yang tergeletak diatas meja untuk mengirim sms kepada indra ketua KIR, tanpa sepengathuan beliau. Ponsel Alin sendiri tengah kehabisan pulsa. Setelah laporan pesan terkirimnya dai hapus, terpampang sebuah romantis seperti pesan – pesan yang dulu sering terima dari adik, yang ternyata gombal belaka pesan romantis dari seseorang yang mama sebut sebagai “cinta!”
“ aku juga tak sabar melewati hari tanpamu”, sayang. inginnya meninggalkan semua rutinitas dan melewati seluruh hari bersamamu. “Aku sayang kamu”,
Begitu kurang lebih pesan yang terbaca. Alin sempat terhenyak tak percaya. Dan tanpa sepengathuan mamanya pula, gadis itu membuka sms yang lain, yang seisinya senada, bahkan ada beberapa yang vulgar.Alin membacanya dengan jijik.rasanya dia ingin membanting benda itu.
“Papamu sudah kau beritahu?”Tanya Dista.Alin menggeleng.
“Aku tak tahu bagaiman mengatakannya.Aku takut mereka bercerai.Aku tak ingin dihadapkan pada pilihan kehilangan salah satunya,”kata alin.Kepala dista terangguk mengerti
“apa yang harus kulakukan,dis?”Tanya Alin.pertanyaan yang sudah dista duga dan dia tak tau bagaiman menjawabnya.gadis itu sama sekali tak bisa membayangkan hal terbaik yang bisa dia lakukan jika mendapat hal serupa.
“bersikaplah wajar untuk sementara,mungkin.hingga kita bisa benar-benar memikirkannya secara jernih,”jawab Dista.”Kau bisa kan ,lin?”.
Alin menghela napas dalam.dadanya sedikit lega setelah membagin beban itu pada dista.dalam hati dia bersyukur masih memiliki seorang sahabat yang bisa menjadi tempatnya berkeluh.meski dia sedikit ragu bagaimana bisa bersikap wajar menghadapi kenyataaan ini.bagaimana dia bisa berpura-pura tak mengetahui apapun dihadapan mama.
“Jangan berandai yang bukan-bukan,Lin,”Kata Arul,Kakaknya yang kuliah dikota lain menghadapi pertanyaan”bagaiman seandainya yang ditanyakan alin ditelepon.”mama nggak mungkin mengkhianati kita,”tandasnya keyakinan yang membuat alin urung bercerita tentang pesan romantis di ponsel mama.
Beberapa hari ini alin memang menahan diri untuk tidak mengungkit soal itu dihadapan papa.juaga dihadapan mama.dia hanya mencoba menghindari kontak dengan wanita itu sedapat mungkin agar kegusarannya tidak tercium.
Juga masih mencuri baca pesan-pesan di HP mama dari pengirim berinisial cinta itu.seperti sekarang…..
“bagaiman kalau nanti siang kita ketemu di Café yang dulu?nostalgia.ingat café romantis diujung jalan dekat PDAM itu,kan?dulu kita sering rame-rame kesana bareng teman-teman sekelas”
Nostalgia.berarti kekasih gelap mama adalah seorang yang pernah mempunyai hubungan dengan wanita itu.seorang dari masa lalu mamanya mungkin mantan kekasih mama waktu masih muda.
Eureka!alin memperoleh ide untuk memergoki mereka dia langsung ketempat dista setelah membaca dan menyimpan nomor pengirimnya,
“rasanya aku tak sabar tak ingin menyumpah serapih kekasih gelap mama,dis”kata alin dengan kegeraman teramat.
“sebaiknya jangan lin,”cegah dista.”bagaimanapun,harga diri keluargamu menjadi taruhannya.”
“tapi laki-laki ini……..”
“dengan memergoki mereka saja,aku rasa mamamu akan menyadari kesalahannya.dan arul maupun papamu tak perlu tahu bahwa orang tercinta mereka pernah tergelincir ke jalan yang salah.”
“aku tak tahu apakah aku bisa memaafkannya……”
“aku tak mau m,enemanimu kecuali kau yakin bisa menguasai diri “sikukuh dista.alin menghembuskan nafas berat
Ditemani dista alin menguasai Café Romantis dari seberang jalan mereka berlindung pada almari display toko sekaligus warnet itu.
Mama lebih dulu sampai disana.mengenakan celana panjang dan kaus berkerah kerudungnya berwarna senada dengan pakaiannya.alin muak mendapati mama selayaknya gadis belasan tahun yang tengah jatuh cinta padahal sudah memiliki dua anak yang telah beranjak remaja.
Wanita itu duduk menghadapi sendirian.sesekali di tampak bercakap dengan pemilik Café.dada alin sudah berdegup kencang.dia membayangkan apa yang hendak dilakukannya nanti setelah kekasih gelap mama datang.
Beberapa menit berlalu tiba-tiba mama alin menangkap sesosok laki-laki yang teramat dikenalnya.papa.laki-laki itu baru saja turun dari mobil angkutan umum papa tidak membawa mobilnya.hampir saja alin berteriak memanggil papanya agar tidak melihat mama di Café itu.tapi terlambat.papa telah sampai diambang opintu Café.
Mungkinkah papa juga telah mengetahui perselingkuhan mama?dan seperti halnya alin,mungkin laki-laki itu tahu mama hendak bertemu kekasih gelapnya disana?dada alin bergetar.dicengkramnya dista dengan was-was.bagaimanapun,alin tak ingin melihatorang tua kekasihnya bertengkar ditempat umum.
Papa duduk di hadapan mama. Laki – laki itu sepertinya bisa mengontrol diri. Ah, papap memang selalu bijak menyikapi segala hal. Kearifan yang selalu ingin Alin tiru.
Mereka tampaknya tidak bertengkar. Alin tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun dia bisa melihat mereka tertawa bersama. Ataukah mereka tengah sama – sama melakoni sandiwara? Mama dengan aktingnya seolah tidak tengah menunggu siapaun di kafe itu, dan papa dengan kepura – puraannya seolah tah tahu pengkhiantan mama?.
Bagaimana kalau papa memeang tah tahu? Alin menelan ludah. Dia berpikir, andai saja ketika papa datang, laki – laki yang mama simpan nomornya dengan nama “cinta” itu telah datang. Mungkin aka nada pertengkaran. Tapi jika itu menjadi penyelesaian yang terbaik dari pada kepura-puraan?
Andai saja……
Jemari Alin membuka pouch dipinggangnya. HP yang telah dia isi pulsa hasil bongkar tabungannya itu dia keluarkan. Laki – laki kekasih gelap mama mungkin telah melihat papa hingga tak berani menampakkan muka.
Alin menghubungi nomor yang telah disimpannya. Menunggu teleponnya diangkat. Dia teramat ingin memaki perusak rumah tangga orang itu.
“Hallo…..”
Tersambung. Tapi suara itu…..
“ada apa Alin?” suara papa! Alin tak mengerti. Sedetik dia merasa mungkin salah memencet nomor. Sepasang matanya yang telah mengawasi kafe romantis mendapati papa tengah memegang HP di sisi kepalanya.
“papa?” suara Alin serak oleh cacimaki yang tertahan. “papa punya nomor baru?”
Iya, ada apa?”
Alin menggeleng tak mengerti. Dia tah tahu apakah harus kecewa ata bahagia. Alin hanya merasa teramat tak mengerti. Atau, oaring tua sering kali memang susah dimengerti?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar